وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama
dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha pada mereka dan merekapun ridha kepada Allah. Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya
selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya itulah kemenangan yang besar [QS
At Taubah : 100]
Segala puji hanya bagi Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum
muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari kiamat.
Kaum muslimin yang kami muliakan,
para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang bertemu
dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman kepada
beliau, dan mati dalam keadaan muslim. Wajib mencintai mereka karena mereka adalah generasi terbaik dari umat
ini yang memiliki banyak keutamaan diantaranya..
1. Mereka adalah sebaik-baik
generasi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
خَيْرُ
النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia ialah pada
generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.”
(Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)
Para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah Ta’ala. Mereka
telah diberikan anugerah yang begitu besar yakni kesempatan bertemu dan
menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala telah memilih
mereka untuk mendampingi dan membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
menegakkan agama-Nya. Orang-orang pilihan Allah ini, tentunya memiliki
kedudukan istimewa di bandingkan manusia yang lain. Karena Allah Ta’ala tidak
mungkin keliru memilih mereka.
إِنَّ
اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ
فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ
مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ
فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى
الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا
فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ
“Sesungguhnya Allah memperhatikan
hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah hati yang paling baik, sehingga Allah memilihnya untuk diri-Nya
dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para
hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat beliau
adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai
para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang
dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa
yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan
bahwa sanadnya shohih).
Para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling tinggi ilmunya. Merekalah yang
paling paham perkataan dan perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Merekalah manusia yang paling paham tentang Al-Qur’an, karena mereka telah
mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala wahyu diturunkan,
sehingga para sahabat benar-benar mengetahui apa yang diinginkan oleh Allah dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Mereka begitu mencintai
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam dan keberkahan diturunkan oleh Allah
pada mereka
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
melimpahan keberkahan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
para sahabat yang begitu taat dan besar cintanya kepada beliau. Tidak ada
satupun Nabi maupun para raja yang mendapatkan keberkahan seperti ini dari
umatnya.
Urwah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, tatkala dulu masih kafir, dia berkata kepada kaumnya dan menceritakan
bagaimana para sahabat radhiyallahu ‘anhum begitu memuliakan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dia mengatakan, “Wahai kaumku! Demi Allah, sungguh aku telah
datang kepada para raja. Aku telah bertemu Kaisar, Kisra, dan an-Najasyi. Demi
Allah, aku tidak pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh para
sahabatnya melebihi apa yang dilakukan para sahabat Muhammad kepada Muhammad.
Demi Allah, tidaklah Muhammad membuang dahak melainkan dahak itu jatuh ke
tangan salah seorang dari mereka, lalu dia mengusapkannya ke wajah dan
kulitnya. Jika Muhammad memerintahkan sesuatu kepada mereka, niscaya mereka
melaksanakannya dengan segera. Jika Muhammad berwudhu, mereka hampir berkelahi
memperebutkan tetesan airnya. Jika mereka berbicara, mereka memelankan suara di
hadapannya. Mereka tidak berani menatapnya karena penghormatan mereka yang
besar kepadanya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab Asy-Syuruuth,
V/329-332).
Bandingkanlah kemuliaan mereka
dengan para sahabat Nabi Musa ‘alaihis salam. Tatkala Nabi Musa mengajak mereka
untuk beriman, mereka mengatakan,
يَا
مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللهَ جَهْرَةً (55)
“Hai Musa, kami tidak akan
beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas.” (QS. Al-Baqarah: 55)
Demikian pula ketika mereka
diajak berjuang di jalan Allah, mereka berkata kepada Nabi Musa ‘alaihis salam,
يَا
مُوْسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوْا فِيْهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ
وَرَبُّكَ فَقَاتِلاَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُوْنَ (24)
“… Pergilah kamu bersama Tuhanmu,
dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini
saja.” (QS. Al-Maidah: 24)
3. Mereka memiliki kemuliaan
Hati yang luar biasa
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang
untuk bertanya kepada para istri beliau.
Mereka menjawab, “Kami hanya
punya air.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Siapa
berkenan menerima orang ini sebagai tamunya?” Maka seorang laki-laki dari
Anshar (yakni Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu) mengatakan, “Saya bersedia.” Lalu dia pulang membawa tamunya
ke rumah. Dia berkata kepada istrinya, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.” Istrinya berkata, “Tapi kita tidak mempunyai makanan apa
pun selain makanan anak-anak.”
Laki-laki itu berkata kepada
istrinya, “Siapkan makanan, nyalakan lampu, tidurkanlah anak-anakmu jika kami
hendak makan malam.” Maka istrinya menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan
menidurkan anak-anaknya.
Kemudian istrinya berdiri
seolah-olah hendak memperbaiki lampunya, namun justru memadamkannya. Lalu
laki-laki itu bersama istrinya menampakkan kepada tamunya bahwa mereka berdua
juga ikut makan (padahal tidak makan). Di malam itu, keduanya bermalam dalam
keadaan menahan lapar.
Di pagi hari, laki-laki itu
berangkat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tadi malam Allah takjub kepada
perbuatan kalian berdua. Maka Allah Ta’ala menurunkan (firman-Nya):
وَيُؤْثِرُوْنَ
عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (9)
“Dan mereka mengutamakan
(Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa
yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang orang yang
beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9). (Hadits
shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3798 dan Muslim, no. 2054)
Kedermawanan dan sifat mulia ini
bukan hanya milik beberapa orang saja. Namun inilah sifat para sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4.
Mencintai sahabat nabi merupakan tanda keimanan
Cinta
para sahabat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, baik itu ahlul bait maupun
bukan merupakan tanda keimanan seseorang, dan membenci mereka adalah tanda
nifaq. Al-Imam Al-Bukhary -rahimahullah- berkata dalam kitab Shahih-nya
(1/14/17),“Bab Tanda Keimanan Adalah Cinta Kepada Orang-Orang Anshar”. Setelah
itu Al-Bukhary membawakan sebuah hadits dari Anas -radhiyallahu ‘anhu- dari
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, beliau bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ بُغْضُ اْلأَنْصَارِ وَآيَةُ الْمُؤْمِنِ حُبُّ اْلأَنْصَارِ
“Tanda kemunafiqan itu adalah membenci orang-orang Anshar dan tanda keimanan itu adalah mencintai orang-orang Anshar”.
Imam
As-Suyuthiy -rahimahullah- berkata dalam Ad-Dibaj (1/92) ketika menafsirkan
hadits di atas, “Tanda-tanda orang beriman adalah mencintai orang-orang Anshar
karena siapa saja yang mengerti martabat mereka dan apa yang mereka
persembahkan berupa pertolongan terhadap agama Islam, jerih-payah mereka
memenangkannya, menampung para sahabat (muhajirin,pen), cinta mereka kepada
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, pengorbanan jiwa dan harta mereka di depan
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, permusuhan mereka terhadap semua orang
(kafir) karena mengutamakan Islam dan mencintainya, maka semua itu merupakan
tanda kebenaran imannya, dan jujurnya dia dalam berislam. Barangsiapa yang
membenci mereka dibalik semua pengorbanan itu, maka itu merupakan tanda rusak
dan busuknya niat orang ini”.
Dalam
sebuah hadits Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda dalam menerangkan
martabat para sahabat,
لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ فَلَوْا أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ
“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Andaikan seorang di antara kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud, niscaya infaq itu tak mampu mencapai satu mud infaq mereka, dan tidak pula setengahnya” . [HR.Al-Bukhary dalam Ash-Shahih (3470), Muslim dalam Ash-Shahih (2541) dan lainnya].
Dari dua
hadits ini dan hadits lainnya yang semakna, Ahlis Sunnah menetapkan suatu
aqidah: “Wajibnya mencintai para sahabat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
dan tidak mencela mereka, bahkan memuliakan mereka serta membersihkan hati dan
lisan dari membicarakan permasalahan di antara para sahabat, mencela,
merendahkan dan menghina para sahabat”. Sebab merekalah yang memperjuangkan
Islam dan menyebarkannya dengan mengorbankan harta dan jiwa mereka sampai kita
juga bisa merasakan nikmat Islam.