Belajar memang tidak mengenal tempat dan
waktu. Bahkan belajar agama sekalipun sudah semestinya tidak hanya selalau
berada di kelas-kelas agama, majelis taklim, universitas-universitas islam
(UIN) atau di masjid, walaupun memang tempat belajar agama yang paling ideal
dan afdhol adalah di masjid.
Namun, dalam makna islam yang lebih
luas, meliputi ruh ajaran islam tentang akhlaq, muamalah, etos kerja,
kedisiplinan, loyalitas dan amanah yang kesemuanya itu memiliki kedudukan yang tinggi
dalam islam dapat kita pelajari dimanapun termasuk di daerah atau Negara yang
penganut islamnya minoritas seperti Thailand. Ketika nilai-nilai keislaman itu
kita temukan disini tentu itu adalah harta umat islam yang hilang sebagaimana
sabda Rosululloh:
“Hikmah
adalah harta milik muslim yang hilang, dimana
saja dia menemukannya, maka ia berhak mengambilnya.” (HR. Tirmidzi, 2611).
Tentu sudah banyak cerita-cerita tentang
bagaimana nilai-nilai islam dan hikmah dapat kita temukan di Negara-negara non
islam, atau di Negara yang penduduk muslimnya sangat minim. Bahkan seorang
ulama mengatakan bahwa islam ditemukan di inggris, di Amerika dan lain-lain.
Contohnya seperti di negeri Thailand,
sebuah Negara yang terkenal dengan agama Budhanya. Mungkinkah nilai-nilai islam
dapat kita temukan disini ??? mari kita lihat.
Budaya kebersihan dan kerapian di negeri
ini sangat nampak ketika kita pertama kali menginjakkan di bandara
internasional Suvarnabhumi, siapapun yang pernah pergi ke Thailand melalui
airport ini, pasti akan sepakat bahwa kebersihannya jauh diatas bandara-bandara
di Indonesia seperti Sukarno-Hatta, Juanda Surabaya, atau Sultan Mahmud Badaruddin Palembang yang
dengan izin Alloh penulis pernah mengunjunginya. Demikian juga ketika kita
lanjutkan perjalanan kita dengan bus atau kereta menuju Bangkok kota, kita akan
amati begitu bersihnya sarana transportasi disini, jalan-jalan dan sarana umum
yang kita jumpai, bahkan telepon umum koin yang saat ini sangat jarang kita
dapatkan di Indonesia (karena sebagian besar rusak dan tidak terawat), masih
banyak kita jumpai disini dengan kondisi yang masih bagus dan siap pakai. Hal
ini menunjukkan bagaimana tanggungjawab penduduknya dalam merawat sarana umum.
Coba kita bandingkan dengan kasus pencurian dan perusakan baut dan besi
jembatan Suramadu di Indonesia.
Dalam hal kejujuran misalnya, Taxi disini semuanya wajib menggunakan “taxi
meter”, artinya kita hanya akan membayar sejauh jarak tempuh taxi yang kita
sewa, tanpa nego tanpa tawar menawar yang seringkali menimbulkan kasus-kasus
penipuan. Walaupun dalam beberapa kasus ada saja sopir taxi yang “nakal”, namun
secara umum budaya fair dalam menjual jasa sangat membudaya di negeri ini,
setiap taxi wajib menyertakan identitas sopir di dashboard mobil, sekaligus
nomor ID, nama lengkap dan nomor pengaduan untuk pelanggan yang merasa
dirugikan oleh pelayanan sopir tersebut. Contoh lain juga dapat kita jumpai di
pasar-pasar atau di toko-toko, kami belum pernah menjadi “korban pembulatan
angka” ataupun “pembelian paksa” untuk uang kembalian. Uang kembalian sekecil
apapun akan dikembalikan kepada pembeli secara utuh.
Budaya tersenyum dan membantu sesama
juga dapat dengan mudah ditemukan disini, siapapun yang pernah terlibat
langsung dengan birokrasi di Thailand, baik itu kantor imigrasi, ataupaun yang
kesehariannya bekerja bersama meraka di laboratorium atau di kampus. Kita akan
menemukan bahwa budaya saling membantu seakan menjadi hal yang biasa. Kemudahan
prosedur dan pendeknya rantai birokrasi.
Dalam hal kedisiplinan, paling mudah
kita bisa perhatikan di gang-gang atau “Soi” di kota-bangkok, kita dapati para
tukang ojek yang jumlahnya puluhan secara tertib mengantri satu demi satu untuk
mendapatkan giliran penumpang. Tidak hanya itu, semua tukang ojek mengenakan
seragam rompi “orange” dilengkapi nomor anggota di bagian punggungnya. Tidak
pernah kita dapati mereka saling berebut mendapatkan penumpang. Masing-masing
akan mendapat sesuai dengan gilirannya. Ketika di pusat kota, dengan kondisi
macetpun, sangat jarang bahkan hampir tidak pernah kita dengar suara klakson
saling bersahutan, para pengemudi saling bersabar menunggu terurainya kemacetan
walaupun kemacetan sangat parah dan kondisi kota Bangkok yang panas.
Demikianlah sedikit pelajaran yang dapat
kita ambil, sudah semestinya budaya-budaya seperti itu dimiliki oleh umat islam
di Indonesia karena sesungguhnya itu semua adalah harta umat islam yang pernah
hilang, sehingga ketika itu kita jumpai sudah seharusnya kita ambil kembali. Hal
ini juga bukan berarti melupakan sisi lain yang buruk dari sisi akidah yang
mereka anut, bukan pula menjadi takjub dan lantas menilai bahwa agama mereka
lebih baik dari agama Islam, justru ini menjadi tantangan kita untuk
menyelamatkan mereka melalui dakwah tauhid. Semoga tulisan singkat ini menjadi
pemacu kaum muslimin untuk meningkatkan amal sholehnya sebagai bukti bahwa al-islamu ya’lu walaa yu’la a’laih,
islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.… wallohu a’lam.
Bangmod, 17 Muharram 1432 H
Ibnu Ahmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar