Translate

Jumat, 17 Februari 2012

KEWAJIBAN MENCINTAI SAHABAT



وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha pada mereka dan merekapun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya itulah kemenangan yang besar [QS At Taubah : 100]

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari kiamat.
Kaum muslimin yang kami muliakan, para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman kepada beliau, dan mati dalam keadaan muslim. Wajib mencintai mereka karena mereka adalah generasi terbaik dari umat ini yang memiliki banyak keutamaan diantaranya..

1. Mereka adalah sebaik-baik generasi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah Ta’ala. Mereka telah diberikan anugerah yang begitu besar yakni kesempatan bertemu dan menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala telah memilih mereka untuk mendampingi dan membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menegakkan agama-Nya. Orang-orang pilihan Allah ini, tentunya memiliki kedudukan istimewa di bandingkan manusia yang lain. Karena Allah Ta’ala tidak mungkin keliru memilih mereka.

 Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ

“Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hati yang paling baik, sehingga Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanadnya shohih).

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling tinggi ilmunya. Merekalah yang paling paham perkataan dan perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah manusia yang paling paham tentang Al-Qur’an, karena mereka telah mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala wahyu diturunkan, sehingga para sahabat benar-benar mengetahui apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Mereka begitu mencintai Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam dan keberkahan diturunkan oleh Allah pada mereka

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melimpahan keberkahan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan para sahabat yang begitu taat dan besar cintanya kepada beliau. Tidak ada satupun Nabi maupun para raja yang mendapatkan keberkahan seperti ini dari umatnya.

Urwah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, tatkala dulu masih kafir, dia berkata kepada kaumnya dan menceritakan bagaimana para sahabat radhiyallahu ‘anhum begitu memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengatakan, “Wahai kaumku! Demi Allah, sungguh aku telah datang kepada para raja. Aku telah bertemu Kaisar, Kisra, dan an-Najasyi. Demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh para sahabatnya melebihi apa yang dilakukan para sahabat Muhammad kepada Muhammad. Demi Allah, tidaklah Muhammad membuang dahak melainkan dahak itu jatuh ke tangan salah seorang dari mereka, lalu dia mengusapkannya ke wajah dan kulitnya. Jika Muhammad memerintahkan sesuatu kepada mereka, niscaya mereka melaksanakannya dengan segera. Jika Muhammad berwudhu, mereka hampir berkelahi memperebutkan tetesan airnya. Jika mereka berbicara, mereka memelankan suara di hadapannya. Mereka tidak berani menatapnya karena penghormatan mereka yang besar kepadanya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab Asy-Syuruuth, V/329-332).

Bandingkanlah kemuliaan mereka dengan para sahabat Nabi Musa ‘alaihis salam. Tatkala Nabi Musa mengajak mereka untuk beriman, mereka mengatakan,

يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللهَ جَهْرَةً (55)

“Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas.” (QS. Al-Baqarah: 55)

Demikian pula ketika mereka diajak berjuang di jalan Allah, mereka berkata kepada Nabi Musa ‘alaihis salam,
يَا مُوْسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوْا فِيْهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلاَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُوْنَ (24)
“… Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja.” (QS. Al-Maidah: 24)

3. Mereka memiliki kemuliaan Hati yang luar biasa

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk bertanya kepada para istri beliau.

Mereka menjawab, “Kami hanya punya air.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Siapa berkenan menerima orang ini sebagai tamunya?” Maka seorang laki-laki dari Anshar (yakni Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu) mengatakan, “Saya bersedia.” Lalu dia pulang membawa tamunya ke rumah. Dia berkata kepada istrinya, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Istrinya berkata, “Tapi kita tidak mempunyai makanan apa pun selain makanan anak-anak.”

Laki-laki itu berkata kepada istrinya, “Siapkan makanan, nyalakan lampu, tidurkanlah anak-anakmu jika kami hendak makan malam.” Maka istrinya menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.

Kemudian istrinya berdiri seolah-olah hendak memperbaiki lampunya, namun justru memadamkannya. Lalu laki-laki itu bersama istrinya menampakkan kepada tamunya bahwa mereka berdua juga ikut makan (padahal tidak makan). Di malam itu, keduanya bermalam dalam keadaan menahan lapar.

Di pagi hari, laki-laki itu berangkat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tadi malam Allah takjub kepada perbuatan kalian berdua. Maka Allah Ta’ala menurunkan (firman-Nya):

وَيُؤْثِرُوْنَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (9)

“Dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS.  Al-Hasyr: 9). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3798 dan Muslim, no. 2054)

Kedermawanan dan sifat mulia ini bukan hanya milik beberapa orang saja. Namun inilah sifat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

4. Mencintai sahabat nabi merupakan tanda keimanan

Cinta para sahabat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, baik itu ahlul bait maupun bukan merupakan tanda keimanan seseorang, dan membenci mereka adalah tanda nifaq. Al-Imam Al-Bukhary -rahimahullah- berkata dalam kitab Shahih-nya (1/14/17),“Bab Tanda Keimanan Adalah Cinta Kepada Orang-Orang Anshar”. Setelah itu Al-Bukhary membawakan sebuah hadits dari Anas -radhiyallahu ‘anhu- dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, beliau bersabda, 

آيَةُ الْمُنَافِقِ بُغْضُ اْلأَنْصَارِ وَآيَةُ الْمُؤْمِنِ حُبُّ اْلأَنْصَارِ

“Tanda kemunafiqan itu adalah membenci orang-orang Anshar dan tanda keimanan itu adalah mencintai orang-orang Anshar”.

Imam As-Suyuthiy -rahimahullah- berkata dalam Ad-Dibaj (1/92) ketika menafsirkan hadits di atas, “Tanda-tanda orang beriman adalah mencintai orang-orang Anshar karena siapa saja yang mengerti martabat mereka dan apa yang mereka persembahkan berupa pertolongan terhadap agama Islam, jerih-payah mereka memenangkannya, menampung para sahabat (muhajirin,pen), cinta mereka kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, pengorbanan jiwa dan harta mereka di depan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, permusuhan mereka terhadap semua orang (kafir) karena mengutamakan Islam dan mencintainya, maka semua itu merupakan tanda kebenaran imannya, dan jujurnya dia dalam berislam. Barangsiapa yang membenci mereka dibalik semua pengorbanan itu, maka itu merupakan tanda rusak dan busuknya niat orang ini”.

Dalam sebuah hadits Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda dalam menerangkan martabat para sahabat, 


لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ فَلَوْا أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ

“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Andaikan seorang di antara kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud, niscaya infaq itu tak mampu mencapai satu mud infaq mereka, dan tidak pula setengahnya” . [HR.Al-Bukhary dalam Ash-Shahih (3470), Muslim dalam Ash-Shahih (2541) dan lainnya].

Dari dua hadits ini dan hadits lainnya yang semakna, Ahlis Sunnah menetapkan suatu aqidah: “Wajibnya mencintai para sahabat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan tidak mencela mereka, bahkan memuliakan mereka serta membersihkan hati dan lisan dari membicarakan permasalahan di antara para sahabat, mencela, merendahkan dan menghina para sahabat”. Sebab merekalah yang memperjuangkan Islam dan menyebarkannya dengan mengorbankan harta dan jiwa mereka sampai kita juga bisa merasakan nikmat Islam.

Senin, 13 Februari 2012

BELAJAR ISLAM DI NEGERI BUDHA

Belajar memang tidak mengenal tempat dan waktu. Bahkan belajar agama sekalipun sudah semestinya tidak hanya selalau berada di kelas-kelas agama, majelis taklim, universitas-universitas islam (UIN) atau di masjid, walaupun memang tempat belajar agama yang paling ideal dan afdhol adalah di masjid.
Namun, dalam makna islam yang lebih luas, meliputi ruh ajaran islam tentang akhlaq, muamalah, etos kerja, kedisiplinan, loyalitas dan amanah yang kesemuanya itu memiliki kedudukan yang tinggi dalam islam dapat kita pelajari dimanapun termasuk di daerah atau Negara yang penganut islamnya minoritas seperti Thailand. Ketika nilai-nilai keislaman itu kita temukan disini tentu itu adalah harta umat islam yang hilang sebagaimana sabda Rosululloh:

 “Hikmah adalah harta milik muslim yang hilang, dimana saja dia menemukannya, maka ia berhak mengambilnya.” (HR. Tirmidzi, 2611).

Tentu sudah banyak cerita-cerita tentang bagaimana nilai-nilai islam dan hikmah dapat kita temukan di Negara-negara non islam, atau di Negara yang penduduk muslimnya sangat minim. Bahkan seorang ulama mengatakan bahwa islam ditemukan di inggris, di Amerika dan lain-lain.

Contohnya seperti di negeri Thailand, sebuah Negara yang terkenal dengan agama Budhanya. Mungkinkah nilai-nilai islam dapat  kita temukan disini ???  mari kita lihat.

Budaya kebersihan dan kerapian di negeri ini sangat nampak ketika kita pertama kali menginjakkan di bandara internasional Suvarnabhumi, siapapun yang pernah pergi ke Thailand melalui airport ini, pasti akan sepakat bahwa kebersihannya jauh diatas bandara-bandara di Indonesia seperti Sukarno-Hatta, Juanda Surabaya,  atau Sultan Mahmud Badaruddin Palembang yang dengan izin Alloh penulis pernah mengunjunginya. Demikian juga ketika kita lanjutkan perjalanan kita dengan bus atau kereta menuju Bangkok kota, kita akan amati begitu bersihnya sarana transportasi disini, jalan-jalan dan sarana umum yang kita jumpai, bahkan telepon umum koin yang saat ini sangat jarang kita dapatkan di Indonesia (karena sebagian besar rusak dan tidak terawat), masih banyak kita jumpai disini dengan kondisi yang masih bagus dan siap pakai. Hal ini menunjukkan bagaimana tanggungjawab penduduknya dalam merawat sarana umum. Coba kita bandingkan dengan kasus pencurian dan perusakan baut dan besi jembatan Suramadu di Indonesia.

Dalam hal kejujuran misalnya, Taxi  disini semuanya wajib menggunakan “taxi meter”, artinya kita hanya akan membayar sejauh jarak tempuh taxi yang kita sewa, tanpa nego tanpa tawar menawar yang seringkali menimbulkan kasus-kasus penipuan. Walaupun dalam beberapa kasus ada saja sopir taxi yang “nakal”, namun secara umum budaya fair dalam menjual jasa sangat membudaya di negeri ini, setiap taxi wajib menyertakan identitas sopir di dashboard mobil, sekaligus nomor ID, nama lengkap dan nomor pengaduan untuk pelanggan yang merasa dirugikan oleh pelayanan sopir tersebut. Contoh lain juga dapat kita jumpai di pasar-pasar atau di toko-toko, kami belum pernah menjadi “korban pembulatan angka” ataupun “pembelian paksa” untuk uang kembalian. Uang kembalian sekecil apapun akan dikembalikan kepada pembeli secara utuh.

Budaya tersenyum dan membantu sesama juga dapat dengan mudah ditemukan disini, siapapun yang pernah terlibat langsung dengan birokrasi di Thailand, baik itu kantor imigrasi, ataupaun yang kesehariannya bekerja bersama meraka di laboratorium atau di kampus. Kita akan menemukan bahwa budaya saling membantu seakan menjadi hal yang biasa. Kemudahan prosedur dan pendeknya rantai birokrasi.

Dalam hal kedisiplinan, paling mudah kita bisa perhatikan di gang-gang atau “Soi” di kota-bangkok, kita dapati para tukang ojek yang jumlahnya puluhan secara tertib mengantri satu demi satu untuk mendapatkan giliran penumpang. Tidak hanya itu, semua tukang ojek mengenakan seragam rompi “orange” dilengkapi nomor anggota di bagian punggungnya. Tidak pernah kita dapati mereka saling berebut mendapatkan penumpang. Masing-masing akan mendapat sesuai dengan gilirannya. Ketika di pusat kota, dengan kondisi macetpun, sangat jarang bahkan hampir tidak pernah kita dengar suara klakson saling bersahutan, para pengemudi saling bersabar menunggu terurainya kemacetan walaupun kemacetan sangat parah dan kondisi kota Bangkok yang panas.

Demikianlah sedikit pelajaran yang dapat kita ambil, sudah semestinya budaya-budaya seperti itu dimiliki oleh umat islam di Indonesia karena sesungguhnya itu semua adalah harta umat islam yang pernah hilang, sehingga ketika itu kita jumpai sudah seharusnya kita ambil kembali. Hal ini juga bukan berarti melupakan sisi lain yang buruk dari sisi akidah yang mereka anut, bukan pula menjadi takjub dan lantas menilai bahwa agama mereka lebih baik dari agama Islam, justru ini menjadi tantangan kita untuk menyelamatkan mereka melalui dakwah tauhid. Semoga tulisan singkat ini menjadi pemacu kaum muslimin untuk meningkatkan amal sholehnya sebagai bukti bahwa al-islamu ya’lu walaa yu’la a’laih, islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.… wallohu a’lam.

Bangmod, 17 Muharram 1432 H
Ibnu Ahmad


Don't Judge The Book From The Cover

Janganlah kau nilai seseorang dari yang tampak saja...

Tampaknya kata-kata ini sudah sangat sering kita dengar bahkan sudah kita hafal diluar kepala. Intinya adalah jangan sampai kita hanya tertipu dengan penampilan "luar" seseorang yang kadang memiliki sisi lain yang tidak kita ketahui. Bukan bermaksud untuk mencari-cari kesalahan orang lain melainkan agar kita dapat memposisikan diri kita  ketika berkomunikasi dengan mereka... bukankah Rosululloh ketika berbicara, memberikan sikap, dan berdakwah menggunakan cara yang berbeda beda sesuai dengan kondisi dan karakter kaumnya ?? itulah perlunya mengenal seseorang dengan sebenarnya...

Kadangkala kita menemui manusia yang sangat pandai dalam beragama, berceramah, berdalil dari qur'an maupun hadits, memberikan ceramah disana-sini, namun sayangnya apa yang diucapkannya tidak dipraktekkan dalam kehidupan nyata sehingga kalau sepintas orang yang jauh akan menilainya sebagai orang alim, sedangkan keluarganya, tetangga terdekat malah menilai sebaliknya, karena apa ? karena agama hanya di mulut saja tidak sampai masuk kedalam jiwa dan praktek dalam kehidupan nyata

Berapa banyak muballigh yang tersandung kasus korupsi, perzinahan, dan hal keji lainnya yang seakan-akan hal itu tidak mungkin terjadi pada mereka, namun hal itu memang benar-benar terjadi,  Allah menunjukkan pada manusia keadaan sesungguhnya dari orang tersebut...., ketika mata manusia memandangnya sebagai orang yang alim Allah justru membongkar keburukannya dikarenakan kebaikan dan kebenaran agama yang mereka sampaikan hanya di mulut saja sedangkan disisi lain mereka justru melanggar apa yang diucapkannya itu. 

Mereka melarang korupsi padahal dia sendiri suka korupsi
Mereka melarang berzina padahal dia sendiri suka berzina dikala sepi
Mereka melarang menggunjing padaha dia sendiri suka menggunjing saudaranya sendiri
dan berbagai pelanggaran lain yang mereka tahu akan hukumnya..

Di sisi lain ada seseorang yang tidak begitu pandai dalam beragama, sedikit ilmunya bahkan tidak banyak tahu soal surga dan neraka...namun mereka tetap semangat menuntut ilmu dan berusaha mengamalkannya, mereka akan segera mengamalkan ilmunya itu sesaat ketika didapatkannya, dan luarbiasanya dia mengamalkan semata-mata ikhlas karena Allah, menghindar dari pandangan manusia, sehingga seolah olah dia terlihat sangat jarang beramal soleh... sehingga sedikit manusia yang memujinya, sedikit yang menganggapnya orang alim dan sebagainya... bukankah orang seperti inilah yang lebih selamat ???

Kita memohon kepada Allah agar diberi kemudahan untuk memahami ilmu dan mengamalkannya.

Belajar dari Ustadz yang Tawadhu'


Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran karena bahasa Arab adalah bahasa terbaik yang pernah ada sebagaimana firman Allah,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.”(Yusuf : 2)

Alhamdulillah hari ini Allah memberi kemudahan padaku untuk belajar bahasa arab lagi. pelajaran bahasa Arab di Ma'had Abdurrahman bin Auf memang baru akan dimulai besok namun rasanya segera ingin untuk mengawalinya. Secara informal kami belajar kepada seorang Ustadz di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Gajayana 28 B Malang. Kitab yang dikaji adalah Kitab  "Matan Al-Ajrumiyah fin Nahwi Lisy Syaikh Ash-Shonhaji" beserta syarahnya yang saya lupa judulnya :). 

Alhamdulillah sudah ada terjemahnnya yang sangat bagus karya Al-Ustadz Abu Abdin Nafi’ Khairul Umam Ibnu Syahruddin Al Batawy, matan dan terjemahannya dapat didownload disini http://imamuna.files.wordpress.com/2008/11/matanalajrumiyah.pdf

dan ini front covernya.... !!! 

Bukan materi pelajaran yang akan dibahas disini, insya Allah pelajaran akan dibahas lain kali, namun hal lain yang sangat penting bahkan lebih penting dari ilmu itu sendiri yaitu sifat sederhana, tawadhu dan rendah hati seorang ustadz. Ustadz kami ini memang tidak banyak dikenal, bahkan kami sendiri yang sudah kenal dengan beliau seejak lama tidak tahu bahwa beliau sangat ahli dalam bahasa arab sampai salah seorang teman mengabarkan tentang beliau. Ustadz ini, dibalik ketidak terkenalannya itu ilmunya banyak diakui, koleksi bukunya yang memenuhi rak-rak di rumahnya dan kehalusan katanya saat mengajar, bahkan dalam pelajaran ini kami sama sekali tidak dipungut biaya alias gratis, kitab juga diberi gratis !!, bahkan hampir semua materi yang perlu di cetak kami diberi beliau dengan gratis. Sehingga salah satu dari kami  (murid) mengatakan.. "iki sinau tapu gurune seng bondo (ini belajar tapu gurunya yang memberi modal)" masya Allah. Semoga Allah membalas kebaikan guru kami ini dengan balasan yang sebaik-baiknya.... Allahumma amiiin.

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad kecuali pada dua hal: (Pertama) kepada seorang yang dikaruniakan Allah harta kekayaan, lalu ia membelanjakannya dalam kebenaran. (Dan yang kedua) kepada seorang laki-laki yang diberi Allah hikmah (ilmu), hingga ia memberi keputusan dengannya dan juga mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)

Kerendahan hati beliau juga sangat menginspirasi kami, bahkan saking tawadhu'nya beliau seakan dalam belajar, kami tidak memiliki sekat guru-murid dengan karena saking akrabnya. bahkan teman kami  (murid) yang memang juga teman kesehariannya dalam berdialog, bertanya kepada Ustadz dengan menggunakan bahasa ngoko... saking akrabnya.. masya Allah... semoga Allah menganugerahkan surga kepada guru kami ini atas ketawadu'annya...amiiin... hal sebagaimana  firman Allah Ta’ala:

تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأَرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 83)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ


“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Semoga Allah mengumpulkan kita semua dalam golongan ahli sedekah dan ahli tawadhu' amiiin yaa Robbal aalamiiin..

Malang, 21 Rabi'ul Awaal 1433 H Menjelang tidur
Mujahidin Ahmad



Minggu, 12 Februari 2012

Bagaimana Menghadapi Kesalahan Orang.. ??

Sangat beruntung seminggu yang lalu saya dipinjami sebuah buku oleh seorang sahabat yang juga merupakan pengajar di Ma'had Aly Firqotun Najiyyah Karangploso, beliau bernama Abdurrahman. Buku itu berjudul "Nikmatilah Hidupmu", yang edisi aslinya (bahasa arab) berjudul "Istimta' bikhayaatik". Ditulis oleh seorang ulama sekaligus motivator ternama dari Saudi Arabia, Syaikh Dr. Abdurrahman Al-Arifi.

Sebenarnya sudah berhari-hari saya membacanya, sedikit-demi sedikit, berusaha untuk meresapi dan memahaminya, disebabkan karena isinya yang sangat luar biasa menyentuh qolbu. Penulis sangat pandai untuk membawakan kisah-kisah hidup keseharian pada era modern ini kemudian dihubungkan dengan kehidupan Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam dan kehidupan para sahabatnya, sehingga setiap pembaca akan senantiasa kagum dengan pelajaran berharga yang ditorehkan oleh generasi utama dimasa kehidupan Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam.



Suatu ketika Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam pulang dari perang Khaibar bersama para shabatnya. Termasuk dalam rombongan tersebut adalah sahabat Bilal bin Rabah. Karena peperangan yang sangat melelahkan Rosulullah Shollallohu 'alaihi wasallam memutuskan untuk beristirahat sejenak ketika malam tiba. Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam berkata: "Siapakah yang akan membangunkan kita esok pagi ?", Bilal menjawab: "Saya Ya Rosululloh". Kemudian Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam dan para sahabat merebahkan diri untuk tidur kecuali Bilal yang walaupun sangat payah rela untuk berjaga-jaga. Namun ternyata Bilal tertidur juga sehingga kafilah Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam baru terbangun dengan teriknya sinar matahari di pagi itu.

Rosululloh berkata "Wahai Bilal apa yang kau perbuat pada kami ?", para sahabat lainnya pun berusaha menatap dan menyalahkan Bilal atas kelalaiannya, namun Rosululloh mencegah dan menenangkannya dengan segera mencari air untuk berwudhu kemudian didirikanlah Sholat subuh....., setelah salam Rosululloh bersabda: "Jika diantara kalian lupa mengerjakan sholat, maka sholatlah ketika kalian ingat". Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam  pun tidak mencoba mengungkit-ungkit kesalahan Bilal, karena Beliau menyadari bahwasannya Bilal juga manusia biasa yang saat itu lelah setelah perang dan melakukan perjalanan yang sama, Bilal juga membutuhkan istirahat sebagaimana sahabat yang lain. Demikianlah Rosululloh Shollallohu 'alaihi wasallam, beliau tidak pernah mencela kesalahan dan mengungkit-ungkit kesalahan orang... beliau tidak pernah MENANGISI NASI YANG SUDAH MENJADI BUBUR... bagaimana dengan kita ??

Sabtu, 11 Februari 2012

Menuntut Ilmu

Bismillahirrohmaanirrohiim

Kebodohan adalah salah satu sebab utama seseorang terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kefasikan, bahkan ke dalam kemusyrikan atau kekafiran.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Kebaikan anak Adam adalah dengan iman dan amal shalih, dan tidaklah mengeluarkan mereka dari kebaikan, kecuali dua perkara:
Pertama: Kebodohan, kebalikan dari ilmu, sehingga orang-orangnya akan menjadi sesat.
Kedua: Mengikuti hawa-nafsu dan syahwat, yang keduanya ada di dalam jiwa. Sehingga orang-orang akan mengikuti hawa-nafsu dan dimurkai (oleh Allah)”. (Majmu’ Fatawa 15/242)
Demikian juga orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan kebodohan, maka sesungguhnya mereka lebih banyak merusak daripada membangun! Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Salafush Shalih:

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِجَهْلٍ , أَفْسَدَ أَكْثَرَ مِماَّ يُصْلِحُ

Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan kebodohan, dia telah membuat kerusakan lebih banyak daripada membuat kebaikan. (Majmu’ Fatawa 25/281)
KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU
Oleh karena bahaya penyakit kebodohan yang begitu besar, maka agama memberikan resep obat untuk menghilangkan penyakit tersebut. Yaitu mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah, no:224, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih Ibni Majah]

Demikian juga Alloh Ta’ala memerintahkan kepada umat untuk bertanya kepada ulama mereka. Firman Alloh:

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. 21:7)

YANG DIMAKSUD DENGAN ILMU
Yang dimaksudkan ilmu di sini adalah ilmu syar’i, ilmu yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, dan diwariskan kepada para ulama pewaris para Nabi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya –dengan hal itu- Allah jalankan dia di atas jalan di antara jalan-jalan sorga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi (pencari ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang ‘alim itu dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Baramngsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak. [HR. Abu Dawud no:3641, dan ini lafazhnya; Tirmidzi no:3641; Ibnu Majah no: 223; Ahmad 4/196; Darimi no: 1/98. Dihasankan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin 2/470, hadits no: 1388]

Marilah kita perhatikan hadits yang agung ini. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan keutamaan menuntut ilmu pada awal kalimat, dan keutamaan ‘alim (orang yang berilmu) pada pertengahan kalimat, lalu pada akhir kalimat beliau n menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu yang diwariskan para Nabi, yaitu ilmu agama yang haq!
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa ilmu yang diwariskan oleh para Nabi adalah ilmu syari’at Allah ‘Azza wa Jalla, bukan lainnya. Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu tekhnologi dan yang berkaitan dengannya kepada manusia.” [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin]
Ini bukan berarti bahwa ilmu dunia itu terlarang atau tidak berfaedah. Bahkan ilmu dunia yang dibutuhkan oleh umat juga perlu dipelajari dengan niat yang baik.
Beliau juga berkata: “Yang kami maksudkan adalah ilmu syar’i, yaitu: ilmu yang yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yang berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk. Maka ilmu yang mendapatkan pujian dan sanjungan hanyalah ilmu wahyu, ilmu yang diturunkan oleh Allah”. [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ غَيْرِ فَقِيهٍ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ

Semoga Allah mengelokkan wajah seseorang yang telah mendengar perkataanku, lalu dia menyampaikannya. Terkadang orang yang membawa fiqih (ilmu; pemahaman; hadits Nabi) bukanlah ahli fiqih. Terkadang orang yang membawa fiqih membawa kepada orang yang lebih fiqih (faham) darinya. [HR. Ibnu Majah no:230, dan ini lafazhnya; Ahmad 5/183; Abu Dawud no: 3660; dan lainnya]

Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: “Beliau n menamakan perkataan beliau dengan nama ilmu, bagi orang yang merenungkan dan memahaminya”. [Jami’ Bayanil Ilmi Wa Fadhlihi]
Oleh karena itulah wahai saudara-saudaraku yang tercinta, istilah ilmu tidaklah dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya kecuali terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau kesepakatan seluruh umat terhadap suatu perkara yang menghilangkan perselisihan, dan apa-apa yang dapat mendekatkan kepadanya. [Diambil dari perkataan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam kitab Bahjatun Nazhirin 2/461]
Inilah kewajiban kita, kaum muslimin, baik terpelajar atau awam. Kita wajib mengetahui dan memahami apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan apa-apa yang Dia larang.

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Sesungguhnya keutamaan menuntut ilmu sangat banyak, di sini cukuplah kami sebutkan beberapa faedah dari hadits di atas yang telah kami sampaikan:
  1. Allah memudahkan jalan ke sorga bagi orang yang menuntut ilmu.
  2. Malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi.
  3. Seorang ‘alim dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air.
  4. Keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang.
  5. Para ulama itu pewaris para Nabi.

Semoga Alloh memberikan semangat kepada kita semua untuk menuntut ilmu agama dan mengamalkannya, sehingga meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

Penulis: Ustadz Muslim Atsari